JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Mahkamah Agung (MA) menyatakan akan mengecek rekomendasi Komisi Yudisial (KY) terkait usulan pemberian sanksi non-palu selama enam bulan kepada majelis hakim yang mengadili perkara korupsi importasi gula dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.
Juru Bicara Mahkamah Agung, Yanto, mengatakan pihaknya akan menelaah terlebih dahulu poin-poin pelanggaran yang dinilai oleh Komisi Yudisial, apakah masuk dalam ranah etik atau teknis peradilan.
“Nanti kita cek dulu poin mana yang dilanggar, apakah itu etik atau teknis,” ujar Yanto kepada wartawan, Minggu 28 Desember 2025.
Yanto mengungkapkan, hingga saat ini Mahkamah Agung belum menerima surat rekomendasi resmi dari Komisi Yudisial. Menurutnya, rekomendasi tersebut baru dapat ditindaklanjuti setelah diterima secara administratif.
“Belum dapat suratnya. Kalau teknis itu kewenangan MA, kalau masuk etika itu kewenangan KY. Poin mana yang dilanggar nanti akan dilihat,” jelasnya.
Sebelumnya, Komisi Yudisial menyatakan telah mengirimkan surat rekomendasi sanksi kepada Mahkamah Agung. Anggota sekaligus Juru Bicara KY, Anita Kadir, menyebut rekomendasi tersebut merupakan hasil pemeriksaan atas laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang diajukan oleh Tom Lembong.
“Benar, surat rekomendasinya sudah dikirimkan ke Mahkamah Agung,” kata Anita Kadir, Sabtu 27 Desember 2025.
Rekomendasi tersebut tertuang dalam Putusan KY Nomor 0098/L/KY/VIII/2025. Dalam putusan itu, KY menyatakan tiga hakim terlapor berinisial DAF, PSA, dan AS terbukti melanggar KEPPH sebagaimana diatur dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Atas pelanggaran tersebut, Komisi Yudisial mengusulkan sanksi sedang berupa hakim non-palu selama enam bulan kepada ketiga terlapor.
Putusan tersebut diambil dalam sidang pleno Komisi Yudisial pada Senin, 8 Desember 2025, yang dihadiri lima komisioner KY periode sebelumnya.
Sebagai informasi, Komisi Yudisial menerima laporan dugaan pelanggaran KEPPH dari Tom Lembong dan kuasa hukumnya pada Agustus 2025.
Laporan tersebut terkait putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan pidana empat tahun dan enam bulan penjara kepada Tom Lembong.
Dalam perkara tersebut, Tom Lembong dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 194,72 miliar dalam kasus importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015–2016.
Namun, Presiden Prabowo Subianto kemudian memberikan abolisi sehingga proses pidana terhadap Tom Lembong dihentikan dan yang bersangkutan bebas pada 1 Agustus 2025. HUM/GIT


