JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Polemik pemecatan Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terus bergulir.
Di satu sisi, Gus Yahya menilai surat pemberhentiannya tidak sah secara administrasi. Namun Katib Syuriyah PBNU KH Sarmidi Husna menegaskan surat tersebut valid dan merupakan keputusan resmi Syuriyah PBNU.
Gus Yahya sebelumnya menyatakan bahwa Surat Edaran nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang berisi pemberhentiannya tidak memenuhi syarat administrasi.
Ia menyebut dokumen tersebut tidak memuat tanda tangan empat unsur Syuriyah dan Tanfidziyah, sehingga tidak dapat dianggap sebagai surat resmi. Menurutnya, nomor surat yang tercantum juga tidak dikenal dalam sistem administrasi PBNU.
“Itulah sebabnya surat edaran itu tidak bisa mendapatkan pengesahan dari sistem digital. Nomor surat itu juga tidak dikenal sehingga tidak sah dan tidak dapat dijadikan dokumen resmi,” kata Gus Yahya, Rabu (26/11).
Namun pernyataan itu dibantah Katib Syuriyah PBNU KH Sarmidi Husna. Dalam konferensi pers di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Kamis 27 November 2025, Sarmidi menegaskan bahwa surat pemecatan tersebut sah secara administratif karena ditandatangani Wakil Rais Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir dan Katib PBNU KH Ahmad Tajul Mafakhir pada 25 November 2025 pukul 21.22 WIB.
“Yang perlu kami jelaskan adalah bahwa surat edaran PBNU nomor 4785 itu benar dan sah,” tegas Sarmidi.
Ia menjelaskan perbedaan dokumen yang beredar di masyarakat terjadi karena kendala teknis saat pembubuhan stempel digital. Hal itu menyebabkan versi yang beredar masih terdapat tulisan “draf”.
“Kendala teknis akan dijelaskan oleh Mas Nur Hidayat. Stempel digital belum bisa dibubuhkan sehingga yang menyebar adalah versi draf. Namun substansi surat itu tetap sah,” ujarnya.
Duga Ada Sabotase Sistem Digital PBNU
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Nur Hidayat membeberkan dugaan adanya sabotase dalam proses pembubuhan stempel digital.
Ia mengatakan dua akun yang memiliki otoritas membubuhkan stempel—akun Sekjen PBNU dan akun pribadinya—mendadak tidak bisa digunakan.
“Dengan kondisi itu, dapat disimpulkan terdapat aksi sabotase dari tim Project Management Office (PMO) Digdaya PBNU terhadap dua akun tersebut,” ujarnya.
Nur Hidayat menyebut proses pembubuhan stempel digital pada 25 November 2025 pukul 21.22 WIB tidak dapat dilakukan oleh Staf Syuriyah Hairun Nufus, meskipun sudah diberi mandat. Selain itu, layar pratinjau dokumen sempat berubah menjadi kode skrip sehingga dokumen tidak terbaca.
“Kejadian itu berlangsung sangat cepat dan tampilan rusak hingga Rabu pagi. Tim PMO Digital Digdaya yang dihubungi juga tidak merespons saat kejadian,” tambahnya.
Tampilan sistem baru kembali normal pada Rabu 26 November 2025 pukul 08.56 WIB. Dokumen yang tampil pada waktu itu kemudian beredar ke publik dan menimbulkan keraguan atas keabsahannya.
Majelis Tahkim Jadi Jalur Keberatan
Terkait keberatan Gus Yahya, Sarmidi mempersilakan agar ditempuh melalui mekanisme Majelis Tahkim PBNU yang berfungsi sebagai lembaga penyelesaian sengketa internal.
“Jika terdapat keberatan atas keputusan ini, sudah ada mekanismenya melalui Majelis Tahkim PBNU,” katanya.
Majelis Tahkim, yang diketuai KH Miftachul Akhyar, beranggotakan sembilan hakim internal. Sarmidi menjelaskan bahwa keputusan Majelis Tahkim bersifat final dan mengikat sebagaimana kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Dalam Surat Edaran 4785 disebutkan bahwa Gus Yahya tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PBNU terhitung sejak 26 November 2025.
Dengan demikian, ia tidak lagi memiliki kewenangan atas jabatan tersebut hingga PBNU menetapkan langkah organisasi berikutnya. HUM/GIT

