JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra menanggapi laporan dugaan ijazah doktor palsu terhadap hakim MK Arsul Sani yang dilaporkan ke Bareskrim, Minggu 16 November 2025.
Tandra menekankan Arsul Sani seharusnya memberikan klarifikasi kepada masyarakat karena sebagai pejabat publik, keterbukaan adalah bentuk tanggung jawab moral dan etik.
“Beliau itu kan pejabat publik. Kalau ada keraguan, itu kan bentuk transparansi, beliau harus mengungkapkan dan menjelaskan kepada masyarakat,” ujar Tandra.
Menurutnya, proses memperoleh gelar doktor memerlukan perkuliahan yang cukup panjang, baik melalui jalur riset maupun pendidikan formal.
“Orang kalau kuliah doktor itu, baik by research maupun ikut pendidikan, semuanya harus di awal ikut perkuliahan, minimal enam bulan atau satu tahun. Saya juga by research, tapi harus satu tahun kuliah,” ungkapnya.
Legislator Golkar ini menambahkan, pembuktian keabsahan ijazah dapat dilakukan dengan mudah melalui konfirmasi ke kampus terkait.
“Beliau punya tanggung jawab moral dan etik sebagai pejabat publik yang harus terbuka. Sebenarnya persoalan ini gampang, misalnya kalau orang tanya, ya pergi ke UGM, tanya kan ada,” tutur Tandra.
Tandra juga menanggapi pernyataan Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna yang heran pelapor langsung ke Bareskrim. Menurut Tandra, DPR mengedepankan asas praduga tak bersalah dan khawatir isu ini dipolitisasi jika DPR yang membuka informasi.
“Gimana DPR bisa membuka? Kan kita tidak boleh, praduga bersalah itu tidak boleh. Akhirnya kepolisian lah yang menangani, pelapornya ada dugaan, beliau datang klarifikasi,” jelas Tandra.
Sebelumnya, Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna menyebut pelapor seharusnya menanyakan tudingan ini ke DPR, sebagai lembaga yang melakukan uji kelayakan dan kepatutan Arsul Sani menjadi hakim MK. HUM/GIT

