SOLO, Memoindonesia.co.id – Kabar duka datang dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo. Sri Susuhunan Pakubuwono XIII meninggal dunia pada Minggu pagi setelah menjalani perawatan medis sejak 20 September 2025.
Kuasa hukumnya, KPAA Ferry Firman Nurwahyu Pradotodiningrat, membenarkan kabar tersebut dan menyebut almarhum wafat setelah cukup lama dirawat di rumah sakit.
Pakubuwono XIII dikenal sebagai sosok pemimpin yang berupaya menjaga wibawa dan kehormatan keraton di tengah masa sulit. Ia berhasil memulihkan hubungan keluarga besar Kasunanan Solo setelah bertahun-tahun dilanda perpecahan pascawafatnya PB XII.
Sri Susuhunan Pakubuwono XIII lahir di Surakarta pada 28 Juni 1948 dengan nama kecil Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi. Ia merupakan putra sulung dari Paku Buwono XII, raja Keraton Solo sebelumnya.
Sebelum dinobatkan menjadi raja, Hangabehi telah aktif dalam urusan adat istana. Namun, setelah PB XII wafat pada 11 Juni 2004, konflik suksesi terjadi antara dirinya dan adiknya, KGPH Tejowulan.
Dalam rapat Forum Komunikasi Putra Putri PB XII pada 10 Juli 2004, Hangabehi ditetapkan sebagai penerus takhta dan dinobatkan pada 10 September 2004 di Bangsal Manguntur Tangkil, Sitihinggil Lor. Penobatan ini menegaskan legitimasi Hangabehi sebagai Paku Buwono XIII di tengah konflik internal.
Meski menghadapi perpecahan, PB XIII terus berupaya melakukan rekonsiliasi. Pada 18–19 Juli 2009, ia menggelar upacara jumenengan yang dihadiri Tejowulan. Proses perdamaian akhirnya tercapai pada tahun 2012 melalui mediasi DPR RI, Pemerintah Kota Surakarta, dan keluarga keraton.
Dalam kesepakatan tersebut, Tejowulan mengakui Hangabehi sebagai Paku Buwono XIII yang sah dan dianugerahi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung serta diangkat sebagai Mahapatih Keraton.
Selama masa pemerintahannya, PB XIII dikenal rendah hati dan tegas menjaga adat istana. Ia mendorong pelestarian tradisi melalui upacara adat, pembinaan abdi dalem, dan penguatan kesenian klasik seperti gamelan serta tari Bedhaya Ketawang.
Wafatnya PB XIII meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Surakarta dan trah Mataram. Ia dikenang sebagai raja yang berjuang menjaga kehormatan keraton dan mempersatukan kembali warisan leluhur Mataram di era modern. HUM/GIT

