BELU, NTT, Memoindonesia.co.id — Upaya penyelundupan manusia kembali digagalkan aparat Keimigrasian. Kali ini, delapan warga negara Uzbekistan diamankan oleh tim gabungan Kantor Imigrasi Atambua dan Sat Intelkam Polres Belu di kawasan pesisir Pantai Berluli, Desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.
Kedelapan WNA tersebut diduga tengah bersiap menyusup keluar dari Indonesia melalui jalur laut ilegal yang mengarah ke Timor Leste atau bahkan Australia. Mereka menggunakan modus baru: masuk ke Indonesia secara sah menggunakan Visa on Arrival (VoA) dengan dalih kunjungan wisata, namun memanfaatkan celah pengawasan di wilayah perbatasan untuk keluar secara non-prosedural.
Kronologi Penangkapan
Informasi awal diterima oleh pihak Imigrasi pada Senin, 25 Agustus 2025 pukul 17.00 WITA. Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Imigrasi Atambua menerima laporan dari Kanit Intelkam Polres Belu mengenai aktivitas mencurigakan sejumlah WNA di sekitar Pantai Berluli.
Tindak lanjut cepat dilakukan. Tim gabungan tiba di lokasi pada malam hari dan mendapati delapan orang WNA Uzbekistan tengah bersiap meninggalkan garis pantai dengan perahu kayu. Namun akibat surutnya air laut, keberangkatan mereka tertunda. Pada pukul 21.15 WITA, kedelapan WNA diamankan dan langsung dibawa ke Kantor Imigrasi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Modus Baru, Jalur Lama
Dalam konferensi pers yang digelar Jumat, 29 Agustus 2025, Imigrasi Atambua mengungkap bahwa para WNA Uzbekistan ini memiliki dokumen perjalanan resmi dengan masa berlaku izin tinggal hingga September 2025.
Namun pola pergerakan mereka sangat mencurigakan. Dari proses investigasi, diketahui mereka memasuki Indonesia melalui Surabaya, kemudian bergerak ke Kupang, hingga tiba di Atambua secara terpisah.
Dugaan sementara, keberangkatan mereka difasilitasi oleh seorang warga negara Indonesia berinisial “I” yang berperan sebagai penghubung menuju jalur pelolosan ilegal. Bukti komunikasi digital serta keterangan informan menguatkan dugaan adanya jaringan penyelundupan manusia yang melibatkan pihak lokal.
“Ini bukan semata pelanggaran administrasi, tetapi bagian dari pola besar penyelundupan manusia internasional. Apalagi Uzbekistan bukan negara konflik, artinya ada tren baru dalam jaringan TPPM (Tindak Pidana Penyelundupan Manusia),” ujar Kepala Kantor Imigrasi Atambua, Putu Agus Eka Putra.
Belu Jadi Titik Rawan
Pantai Berluli bukan kali pertama jadi jalur pelolosan. Tahun 2024 lalu, Imigrasi Atambua menangani kasus serupa yang melibatkan delapan WNA Bangladesh. Para pelaku dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Negeri Atambua.
Kondisi geografis wilayah Belu yang berdekatan dengan Timor Leste dan garis laut internasional menjadikannya sasaran strategis pelaku TPPM. Kasus ini menegaskan perlunya peningkatan pengawasan di sepanjang garis pantai dan sinergi aktif dengan masyarakat serta pemerintah desa setempat.
Deportasi dan Penangkalan
Dari hasil pemeriksaan, Kantor Imigrasi Atambua menetapkan tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan terhadap seluruh WNA Uzbekistan tersebut.
Tindakan ini ditempuh untuk memberikan efek jera serta mencegah mereka mencoba kembali masuk ke Indonesia melalui jalur atau modus lainnya.
“Ini adalah bentuk komitmen negara dalam menjaga kedaulatan wilayah dan mencegah Indonesia dijadikan batu loncatan oleh pelaku penyelundupan manusia,” tegas Agus.
Imbauan kepada Masyarakat
Imigrasi juga mengimbau masyarakat di wilayah perbatasan untuk lebih waspada terhadap aktivitas mencurigakan, serta tidak terlibat atau memberi fasilitas kepada pihak asing yang berpotensi melanggar hukum.
“Kami mendorong masyarakat menjadi bagian dari sistem pertahanan sosial terhadap ancaman TPPO dan TPPM. Setiap informasi yang disampaikan sangat berarti dalam menjaga keamanan bersama,” tutup Kakanim Agus. HUM/BAD