JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mendorong Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki kewenangan eksekutorial dalam penegakan hukum pertanahan.
Usulan ini disampaikan dalam rapat bersama jajaran ATR/BPN dan kepala kantor wilayah se-Indonesia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 19 Mei 2025.
Rifqi menyoroti lemahnya pengawasan terhadap perusahaan perkebunan yang memiliki izin usaha perkebunan (IUP) namun belum mengantongi hak guna usaha (HGU). Dari 537 perusahaan, sebanyak 66 di antaranya berada di Kalimantan Barat.
“Misalnya, ada perusahaan dengan IUP 20.000 hektare tapi hanya mengurus HGU seluas 2.293 hektare. Ini jelas menandakan lemahnya pengawasan dan ketidaksesuaian antara izin dan realisasi di lapangan,” ujar Rifqi.
Politikus Partai NasDem ini mengusulkan revisi Undang-Undang Pertanahan agar ATR/BPN memiliki kewenangan langsung untuk menindak pelanggaran. Salah satu usulannya adalah pembentukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Pertanahan di bawah ATR/BPN.
“Kita tahu itu salah, tapi ATR/BPN tidak bisa menindak karena tidak punya kewenangan. Kalau perlu, kita bentuk direktorat baru khusus penegakan hukum,” tegas Rifqi.
Rifqi juga menekankan pentingnya sinergi antara ATR/BPN dan aparat penegak hukum untuk memberantas mafia tanah. Ia mengkritik simbolisme tanpa aksi nyata dalam penegakan hukum.
“Saya minta aparat jangan hanya pegang tongkat komando sebagai simbol. Gunakan itu untuk menindak tegas mafia tanah,” katanya.
Langkah ini, menurut Rifqi, sejalan dengan arahan Presiden Jokowi yang mendorong optimalisasi penerimaan negara dari sektor pertanahan. Ia berharap ATR/BPN ke depan dapat menjawab tantangan tersebut melalui penguatan kelembagaan. HUM/GIT