YOGYAKARTA, Memoindonesia.co.id – Nasib Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Edy Meiyanto (EM), yang dilaporkan melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah mahasiswi, masih menunggu keputusan akhir dari pihak rektorat.
Kasus ini menjadi sorotan karena EM disebut melakukan pelecehan dengan modus bimbingan skripsi dan diskusi ilmiah.
Berdasarkan hasil investigasi internal, EM dinyatakan melanggar Pasal 3 Ayat 2 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Sanksi yang tengah dipertimbangkan berkisar antara skorsing hingga pemecatan tetap.
Namun karena EM berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan guru besar aktif, proses pemberian sanksi tidak bisa serta-merta. Koordinasi dengan sejumlah kementerian menjadi syarat administrasi.
“Karena statusnya PNS dan guru besar, maka sanksi tidak bisa diputuskan sepihak. Tapi Kementerian Pendidikan sudah memberikan kewenangan kepada pihak kampus,” ujar Sekretaris UGM, Andi Sandi, Sabtu 6 April 2025.
Menurut Andi, keputusan resmi baru akan diumumkan setelah libur Idulfitri 2025. Meski begitu, EM telah dibebastugaskan dari seluruh jabatan struktural dan kegiatan akademik sejak pertengahan 2024. Ia bahkan telah dicopot dari posisi sebagai Kepala Laboratorium Biokimia Pascasarjana dan Kepala Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi UGM.
“Begitu laporan masuk, fakultas langsung menyampaikan ke Satgas, dan sejak itu yang bersangkutan tidak lagi aktif di kampus,” tambahnya.
Satgas PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) UGM mengungkap bahwa proses investigasi melibatkan 13 orang saksi dan korban. Dugaan kekerasan seksual dilakukan secara sistematis dengan memanfaatkan relasi kuasa dalam ruang akademik. HUM/GIT