JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Saksi yang dihadirkan dalam sidang kasus korupsi pengelolaan timah mengungkap terdakwa Harvey Moeis membeli mobil Porsche seharga Rp 13 miliar. Mobil itu cuma ada lima di Indonesia.
Hal tersebut terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis 17 Oktober 2024. Saksi yang dihadirkan dalam sidang kali ini ialah Sales Manager PT Euroauto Trans Pratama Surabaya, Erfan Putra Anugrah.
Dia mengungkap Harvey Moeis pernah membeli Porsche 911 Speedster Cabrio seharga Rp 13 miliar dari showroom tempatnya bekerja. Erfan mengatakan Porsche yang dibeli pada tahun 2020 itu hanya ada lima di Indonesia.
“Apakah benar ada yang namanya Harvey Moeis beli Porsche di showroom Saudara?” tanya ketua majelis hakim Eko Aryanto.
“Berdasarkan informasi dari manajemen, ya ada informasi bahwa Bapak Harvey Moeis membeli Porsche melalui kami,” jawab Erfan.
“Harganya berapa yang Porsche Speedster? Ini yang Cabrio?” tanya hakim.
“Betul. Kalau yang tertera di kontrak harga off the road-nya Rp 13.181.200.000 (Rp 13,1 miliar),” jawab Erfan.
Erfan menyebut Harvey melakukan pembayaran secara bertahap. Dia menyebut ada lima kali transfer untuk pelunasan Porsche tersebut.
“Saudara di dalam berita acara menerangkan bahwa harganya Rp 13.181.200.000, kemudian sudah lunas tapi dibayar secara bertahap. 12 Mei 2020 sebesar Rp 2 miliar, 17 Juni 2020 sebesar Rp 2 miliar, kemudian 4 Agustus 2020 sebesar Rp 2 miliar, 2 September 2020 sebesar Rp 3.634.200.000 kemudian tanggal 2 September 2020 sebesar Rp 3.547.000.000. Jadi kalau dijumlahkan apakah Rp 13.181.200.000?” tanya hakim.
“Iya betul,” jawab Erfan.
Erfan mengatakan dokumen seperti STNK dan BPKB Porsche itu belum diproses hingga saat ini. Dia mengatakan surat kendaraan biasanya tak diproses atas permintaan customer.
“Biasanya bergantung pada permintaan customer Pak, kan ada beberapa mobil yang untuk koleksi. Jadi dia kadang tidak meng-on the road-kan,” jawab Erfan.
Erfan awalnya menyebut pembayaran transfer Porsche dilakukan oleh PT Mitra Jasa Utama Semesta. Namun, dia akhirnya mengakui transfer dilakukan dari rekening Harvey.
“Tadi kan saya tanya pak di sistem gimana, itu berasal dari rekening mana, kan saya tanya. Ternyata Saudara memberikan keterangan yang nggak benar,” tegur hakim.
“Mohon maaf Yang Mulia,” ujar Erfan.
“Udah nggak usah mohon maaf, bukan Lebaran ini,” ucap hakim.
Jaksa juga mencecar Erfan terkait Porsche yang dibeli Harvey tersebut. Erfan mengatakan jenis Porsche itu terbatas dan hanya ada lima yang masuk di Indonesia.
“Kemudian, Porsche 911 ini versi limited ya?” tanya jaksa.
“Betul,” jawab Erfan.
“Ada berapa di Indonesia yang sudah membeli?” tanya jaksa.
“Kalau di dunia diproduksi 1.948 kalau yang masuk Indonesia setahu saya kurang dari lima,” jawab Erfan.
“Itu di tahun sebelum 2020 udah ada yang beli atau baru pertama ini?” tanya jaksa.
“Ada yang beli,” jawab Erfan.
“Baru lima ya?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Erfan.
Erfan mengatakan Porsche itu dikirim ke townhouse Pakubuwono milik Harvey Moeis. Dia mengatakan komunikasi pembelian Porsche itu dilakukan oleh sekretaris Harvey.
“Saya konfirmasi di BAP Saudara saksi juga di poin 12, ini dikirim di towing dari Surabaya sampai townhouse Pakubuwono milik Harvey Moeis. Betul keterangan Saudara seperti itu?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Erfan.
Dakwaan Harvey Moeis
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, Rabu 14 Agustus 2024, Harvey disebut sebagai pihak yang mewakili PT Refined Bangka Tin dalam urusan kerja sama dengan PT Timah. Harvey disebut melakukan kongkalikong dengan terdakwa lain terkait proses pemurnian timah yang ditambang secara ilegal dari wilayah tambang PT Timah yang merupakan BUMN.
Jaksa mengatakan kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah PT Timah dengan lima smelter swasta itu hanya akal-akalan belaka. Jaksa mengatakan harga sewanya juga jauh melebihi nilai harga pokok penjualan (HPP) smelter PT Timah.
Jaksa mengatakan suami artis Sandra Dewi itu meminta pihak-pihak smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan yang disisihkan seolah-olah untuk dana corporate social responsibility (CSR).
“Terdakwa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton, yang seolah olah dicatat sebagai corporate social responsibility (CSR) yang dikelola oleh terdakwa Harvey Moeis atas nama PT Refined Bangka Tin,” kata jaksa.
Jaksa juga menyebut Harvey Moeis dan smelter swasta lainnya yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk membuat 12 perusahaan cangkang atau perusahaan boneka. Perusahaan boneka itu membeli bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah berdasarkan surat perintah kerja (SPK) jasa barang pengangkutan yang diterbitkan PT Timah Tbk.
Jaksa mengatakan dugaan korupsi ini telah memperkaya Harvey Moeis dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim sebesar Rp 420 miliar. Harvey Moeis juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
TPPU itu dilakukan Harvey dengan melakukan transfer dan setor tunai ke PT QSE milik Helena. Harvey meminta Helena mengubah uang rupiah yang disetorkan ke bentuk mata uang asing berupa dolar Singapura dan dolar Amerika.
Jaksa mengatakan TPPU itu juga dilakukan Harvey dengan mentransfer uang ke istrinya, Sandra Dewi. Pembelian 88 tas branded serta pembelian perhiasan untuk Sandra Dewi.
Harvey juga disebut membeli tanah dan rumah mewah di Melbourne, Australia. Jaksa mengatakan Harvey juga melakukan TPPU dengan pembelian mobil mewah, seperti Mini Cooper, Porsche, Lexus, dan Rolls-Royce. Mobil-mobil itu telah disita Kejaksaan Agung sejak proses penyidikan.
Harvey juga melakukan transfer ke rekening asisten Sandra Dewi. Rekening itu kemudian digunakan untuk kebutuhan Sandra Dewi dan Harvey Moeis.
Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 dan 4 UU 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU. HUM/GIT