JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto tiba di Gedung KPK pada Senin, 10 Juni 2024. Hasto memenuhi panggilan tim penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) dengan tersangka Harun Masiku.
Hasto tiba di KPK sekitar pukul 09.38 WIB, ditemani oleh tim hukumnya yang salah satunya adalah politikus PDI-P Ronny Talapessy.
“Seperti yang saya janjikan selaku warga negara taat hukum, saya penuhi panggilan dari KPK,” kata Hasto di Gedung KPK.
Hasto menjelaskan bahwa ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku. Ia berjanji akan memberikan keterangan lengkap setelah menjalani pemeriksaan.
“Saya hadir untuk memberikan keterangan dan saya diundang dalam kapasitas sebagai saksi atas persoalan yang berkaitan dengan Harun Masiku,” ujar Hasto. “Saya akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya. Setelah tugas sebagai saksi ini saya jalankan, saya akan berikan keterangan pers selengkapnya,” tambahnya.
Ini bukan kali pertama Hasto diperiksa oleh penyidik KPK terkait perkara yang melibatkan Harun Masiku. Hasto sebelumnya telah diperiksa KPK pada Januari dan Februari 2020.
Kasus yang menjerat Harun Masiku berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terkait suap untuk PAW Anggota DPR 2019-2024. KPK kemudian menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus ini, termasuk mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Harun Masiku.
Wahyu Setiawan telah diadili dan dinyatakan bersalah menerima suap. Wahyu menerima suap SGD 19 ribu dan SGD 38.350 atau setara Rp 600 juta bersama Agustiani Tio Fridelina. Suap itu diberikan melalui seorang bernama Saeful Bahri agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan PAN anggota DPR RI Dapil Sumatra Selatan I kepada Harun Masiku.
Wahyu dijatuhi hukuman 7 tahun penjara pada tahun 2020 dan sudah bebas bersyarat sejak tahun 2023. Namun, Harun Masiku masih menjadi buron selama kurang lebih 4 tahun.
Terbaru, KPK kembali memeriksa sejumlah saksi untuk mengungkap keberadaan Harun Masiku. Saksi-saksi yang diperiksa termasuk pengacara bernama Simon Petrus, serta dua mahasiswa bernama Hugo Ganda dan Melita De Grave. HUM/GIT