JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna mengaku heran dengan laporan dugaan ijazah palsu terhadap hakim MK Arsul Sani yang dilayangkan ke Bareskrim, Minggu 16 November 2025.
Palguna menyatakan seharusnya pelapor bertanya terlebih dahulu kepada DPR RI, lembaga yang melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap Arsul Sani sebelum menjadi hakim MK.
“Saya, dan kami di MKMK, merasa agak ganjil mengapa tiba-tiba ke Bareskrim? Pak Arsul itu hakim konstitusi yang diusulkan oleh DPR. Maka, kalau terdapat dugaan penggunaan ijazah palsu, secara tidak langsung berarti para pelapor meragukan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh DPR,” kata Palguna.
Palguna menegaskan sesuai Pasal 20 UU MK, hakim konstitusi dipilih secara objektif, transparan, dan mekanisme pemilihannya bergantung pada lembaga yang mencalonkan, yaitu DPR, Presiden, atau Mahkamah Agung.
MKMK telah mendalami isu dugaan ijazah palsu terhadap Arsul Sani selama hampir sebulan. Namun, Palguna menekankan proses itu belum dapat diumumkan ke publik untuk menjaga martabat hakim yang bersangkutan.
“Dalam kaitan dengan MKMK, sejak isu ini muncul kurang lebih sebulan yang lalu, kami di MKMK sudah mendalaminya. Tugas MKMK bukan hanya menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim, tetapi juga menjaga martabat dan kehormatan hakim konstitusi,” ujarnya.
Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi melaporkan Arsul Sani ke Bareskrim terkait legalitas ijazah program doktor yang diduga palsu. Koordinator aliansi, Betran Sulani, menyatakan pengaduan itu dilakukan Jumat 14 November 2025 di Jakarta Selatan.
Arsul Sani sendiri memilih tidak berpolemik terkait tudingan tersebut karena sedang ditangani oleh MKMK.
“Sebagai hakim saya terikat kode etik untuk tidak berpolemik. Kan soal ini juga ditangani MKMK,” kata Arsul Sani. HUM/GIT

