JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 RI yang seharusnya menjadi momen sukacita, kini diwarnai kontroversi setelah terungkapnya daftar narapidana penerima remisi.
Nama-nama yang selama ini dikenal publik karena kasus kejahatan yang menggemparkan, seperti Mario Dandy Satriyo, Ronald Tannur, dan John Kei, ternyata turut mendapat potongan masa hukuman. Keputusan ini menuai perdebatan sengit dan pertanyaan besar dari masyarakat.
Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin, Fajar Nur Cahyo. Ia menyatakan bahwa Mario Dandy, terdakwa kasus penganiayaan berat terhadap David Ozora, menerima dua jenis remisi.
“Mario Dandy Satriyo memperoleh remisi umum sebesar 3 bulan dan remisi dasawarsa sebesar 90 hari,” ungkap Fajar Nur Cahyo, Senin 18 Agustus 2025.
Pemberian remisi ini menandai momen langka di mana seorang narapidana yang kasusnya masih hangat di ingatan publik langsung mendapatkan keringanan hukuman.
Terkuaknya nama Mario Dandy rupanya hanya puncak dari gunung es. Data dari Lapas Salemba menunjukkan bahwa sejumlah narapidana dengan kasus yang tak kalah menghebohkan juga mendapatkan remisi.
Kepala Lapas Salemba, Mohamad Fadil, menyebutkan beberapa nama dalam keterangan tertulisnya.
“Data narapidana menarik perhatian publik yang mendapatkan remisi, (yakni) Ahmad Fathonah, Edward Seky Soeryadjaya, Ervan Fajar Mandala, Gregorius Ronald Tannur, John Repra alias John Kei, MB Gunawan, Ofan Sofwan, Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan, Windu Aji Sutanto,” sebut Fadil.
Di antara nama-nama tersebut, Gregorius Ronald Tannur menjadi sorotan khusus. Terdakwa kasus penganiayaan sadis yang menewaskan kekasihnya, Dini Sera, juga mendapatkan remisi sebesar 90 hari.
Pemberian remisi ini tentu menimbulkan tanda tanya besar, apa kriteria yang digunakan? Menurut Mohamad Fadil, remisi diberikan kepada warga binaan yang dinilai berkelakuan baik, mengikuti program pembinaan dengan predikat baik, dan dinilai mengalami penurunan potensi risiko.
Namun, argumen ini menuai kritik tajam. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana seorang narapidana dengan kasus yang mengundang amarah publik bisa begitu cepat memenuhi kriteria “berkelakuan baik”.
Di sisi lain, Fadil juga merilis daftar narapidana yang tidak mendapatkan remisi, seperti Alwin Albar dan Emil Ermindra, karena statusnya masih sebagai tahanan.
Keputusan ini kembali memantik diskusi tentang sistem hukum di Indonesia. Sebagian pihak berpendapat bahwa remisi adalah hak setiap narapidana yang memenuhi syarat.
Namun, tak sedikit pula yang merasa bahwa remisi bagi kasus-kasus kontroversial seperti ini bisa melukai rasa keadilan masyarakat. HUM/GIT