JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Dihapusnya ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) atau disingkat PT sebesar 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional oleh Mahkamah Konstitusi (MK), ditanggapi Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir.
Politisi asal Dapil Jatim I Surabaya-Sidoarjo ini berharap, keputusan tersebut dapat memberikan angin segar bagi proses demokratisasi di Indonesia dan tidak menciptakan keruwetan baru.
Sebagai Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Adies Kadir menegaskan bahwa pihaknya akan mematuhi putusan tersebut. DPR akan menjalankan keputusan MK sesuai dengan ketentuan yang ada.
“Kita tunggu saja nanti, pemerintah dan DPR akan membahas lebih lanjut. Yang pasti, perintah dari putusan tersebut sudah jelas. Semoga keputusan ini membawa angin segar sistem demokrasi di tanah air,” ujar Adies Kadir usai memimpin upacara dan ziarah di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat, 3 Januari 2025.
Meski demikian, Adies mengaku akan mendengarkan berbagai aspirasi, baik dari akademisi maupun masyarakat luas. Mengingat putusan MK tetap memerlukan pembahasan lebih lanjut di DPR, khususnya terkait revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Penting juga untuk mendengarkan aspirasi masyarakat, akademisi, dan tokoh masyarakat lainnya. Kami akan taat hukum dan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi,” tambah mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI periode 2019-2024 ini.
Lebih lanjut, Adies menjelaskan bahwa dalam putusannya, MK mengusulkan agar DPR dan pemerintah melakukan rekayasa konstitusional atau constitutional engineering untuk menyederhanakan proses pilpres, khususnya terkait jumlah pasangan calon yang dapat bertarung.
“Pada poin kelima, MK juga memerintahkan pembuat undang-undang untuk melakukan *constitutional engineering*, yang bertujuan untuk meminimalkan jumlah calon presiden dan membuat peraturan pilpres yang lebih sederhana,” jelas Adies.
Adies mengaku terkejut dengan putusan MK ini, mengingat sebelumnya MK selalu menolak gugatan terkait presidential threshold.
“Putusan Mahkamah Konstitusi ini benar-benar mengejutkan di awal tahun 2025. Setelah puluhan gugatan, sekitar 32 atau 33 gugatan yang selalu ditolak, kali ini gugatan nomor 62 PUU justru dikabulkan. Ini sangat mengejutkan bagi kami, baik dari ormas MKGR maupun di Partai Golkar,” ungkapnya.
Meski demikian, Adies berharap putusan MK ini dapat membawa angin segar bagi perpolitikan Indonesia. Ia berharap keputusan ini tidak justru menciptakan kekacauan baru dalam sistem demokrasi di tanah air.
“Mudah-mudahan keputusan ini membawa angin segar bagi sistem demokrasi di negara kita, Republik Indonesia. Kami berharap, keputusan ini tidak malah menciptakan keruwetan baru dalam demokrasi kita, dan justru membuat sistem demokrasi semakin baik,” tuturnya.
Sebagai informasi, MK sebelumnya membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 di gedung MK, Jakarta Pusat, pada Kamis, 2 Januari 2024. MK mengabulkan permohonan yang pada intinya menghapus ambang batas pencalonan presiden.
MK juga meminta pemerintah dan DPR RI melakukan constitutional engineering dalam revisi UU Pemilu agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membeludak. HUM/CAK