SURABAYA, Memoindonesia.co.id – Pengalihan pengelolaan kewenangan SMA/SMK dari Pemerintah Kota Surabaya ke pemerintah provinsi menyisakan persoalan. Salah satu masalah yang terus berulang adalah banyaknya ijazah siswa yang tertahan di sekolah akibat tunggakan biaya.
Masalah klasik ini semakin kompleks dan menjadi perhatian serius politisi PDI Perjuangan Kota Surabaya. Alih-alih menyelesaikan masalah, pengalihan kewenangan ini justru menambah beban bagi masyarakat.
Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan, Achmad Hidayat, menyampaikan bahwa data yang diterima menunjukkan banyak siswa dengan tunggakan yang bervariasi, mulai dari Rp 1,5 juta hingga Rp 8 juta per siswa.
“Kondisi seperti ini memerlukan solusi konkret. Tidak hanya ijazah yang tertahan, bahkan legalisir ijazah pun tidak diberikan. Padahal, legalisir ini sangat dibutuhkan sebagai syarat untuk melamar pekerjaan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,” kata Achmad Hidayat.
Ia juga menyoroti langkah-langkah yang telah diambil oleh Pemerintah Kota Surabaya di bawah kepemimpinan Eri Cahyadi, seperti program Beasiswa Pemuda Tangguh yang menjamin pendidikan bagi warganya, terutama di jenjang SMA/SMK. Selain itu, program Tebus Ijazah melalui Baznas, yang merupakan prakarsa Walikota Eri Cahyadi, juga telah membantu warga tidak mampu.
“Program-program ini sangat membantu, namun masalah ijazah yang tertahan tetap menjadi kendala. Ini harus segera diatasi,” tegas politisi asal Krembangan, Surabaya.
Achmad Hidayat juga berkoordinasi dengan Yordan Batara Goa, anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, mengenai sejumlah siswa yang ijazahnya tertahan. Ia berharap masalah ini dapat diselesaikan tanpa harus mengalihkan beban ke Baznas Kota Surabaya.
“Saya mengusulkan agar masalah ini tidak hanya diserahkan ke Baznas. Harus ada penekanan terhadap sekolah-sekolah SMA/SMK melalui peraturan daerah atau kebijakan lainnya yang melarang penahanan ijazah,” tambahnya. HUM/BAD