JAKARTA, Memoindonesia.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sinyal kuat akan segera mengumumkan nama-nama tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyelewengan kuota haji tahun 2024.
Tak hanya sekadar janji, KPK bahkan membocorkan bahwa calon tersangka sudah dikantongi dan mengisyaratkan keterlibatan hingga level “pucuk pimpinan” di Kementerian Agama (Kemenag).
“Calonnya ya ada,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Rabu 10 September 2025.
“Dalam waktu dekat. Pokoknya dalam waktu dekat. Nanti dikabarkan ya. Pasti dikonperskan dalam waktu dekat,” tambahnya.
Pernyataan ini sontak meningkatkan tensi publik yang menanti siapa dalang di balik skandal yang merugikan calon jemaah haji reguler ini.
KPK tidak main-main dalam memberikan petunjuk. Asep Guntur secara gamblang mengisyaratkan bahwa aliran dana korupsi ini diduga sampai ke pejabat tertinggi di kementerian tersebut.
“Pucuk ini kalau di direktorat, ujungnya kan direktur. Kalau di kedeputian, ujungnya ya deputi. Terus begitu kan, seperti itu. Kalau di kementerian, ujungnya ya menteri,” jelas Asep, memberikan analogi yang mudah dipahami.
Meskipun belum menyebut nama secara eksplisit, kasus ini terjadi pada masa jabatan Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama.
Sebelumnya, KPK telah memeriksa Yaqut sebagai saksi dan mencegahnya bepergian ke luar negeri bersama dua orang lainnya, yaitu mantan Stafsusnya, Ishfah Abidal Aziz, dan bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Akar masalah dalam kasus ini adalah pembagian kuota tambahan haji sebanyak 20.000 jemaah. Alih-alih mengikuti undang-undang yang menetapkan 8 persen untuk haji khusus, kuota tambahan ini dibagi rata 50:50 untuk haji reguler dan haji khusus.
Menurut KPK, pembagian janggal ini bukanlah ketidaksengajaan, melainkan didasari oleh “niat jahat” yang diawali komunikasi antara asosiasi travel dengan oknum di Kemenag.
“Ada sejak awal komunikasi antara para pihak, yaitu pihak asosiasi dengan oknum di Kementerian Agama, sehingga hasilnya dibuatlah prosentasinya menjadi 50 persen, 50 persen menyimpang dari Undang-Undang,” ungkap Asep.
Lebih parahnya lagi, KPK mengungkap adanya praktik “setoran” atau permintaan sejumlah uang dari oknum Kemenag kepada agensi travel. Agensi yang tidak memberikan setoran terancam tidak akan mendapatkan alokasi kuota haji khusus.
“Itulah tindakan kesewenang-wenangan, kadang meminta sesuatu di luar. Kalau tidak diberikan, ya nanti kuota hajinya bisa nggak kebagian,” tegas Asep.
Skema korupsi ini tidak hanya memperkaya oknum dan pihak travel, tetapi juga menimbulkan kerugian signifikan bagi negara dan jemaah haji reguler.
Dana dari 10.000 kuota tambahan yang seharusnya masuk ke Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk dikelola dan mensubsidi biaya haji reguler, justru langsung masuk ke kantong travel haji khusus.
“Akibatnya, negara kehilangan potensi keuntungan yang mestinya dipakai untuk menutup subsidi jamaah haji reguler,” tutup Asep. HUM/GIT